Probolinggo - Pelaksanaan eksekusi tanah di Dusun Patemon, Desa Alas Pandan, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, kembali diwarnai kericuhan. Meski demikian, Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Probolinggo, Muchlis, menegaskan bahwa dirinya tidak akan melawan atau menghalangi proses hukum yang sudah berkekuatan tetap.
“Eksekusi tidak boleh dihalang-halangi karena ini sudah putusan pengadilan. Namun saya ingin prosesnya tetap berperikemanusiaan, artinya didiskusikan lebih dulu soal kemana mereka akan pindah,” ujar Muchlis, Kamis (25/9).
Muchlis menambahkan, alasan penundaan eksekusi kali ini adalah karena tempat untuk pihak tereksekusi belum disosialisasikan secara baik. “Kami meminta rumahnya dikosongkan dulu, dan pihak desa bersama-sama menyediakan tempat yang layak. Saat nanti eksekusi dilakukan, jangan sampai ada penumpang gelap yang bisa membuat kericuhan. Eksekusi harus berjalan damai dan tidak ada hak-hak yang dilanggar,” tegasnya.
Muchlis juga menyatakan, apabila tempat sementara yang disediakan oleh pemenang perkara ternyata tidak layak, pihaknya siap memberikan dukungan agar pihak tereksekusi bisa mendapatkan hunian yang lebih baik. “Saya sebagai wakil rakyat tentu akan mensupport, supaya masyarakat tidak kehilangan hak dasar mereka atas tempat tinggal yang layak,” jelasnya.
Kuasa Hukum dan Dinamika Lapangan
Kuasa hukum pihak tereksekusi, Prayuda Rudy Nurcahya, menuding kejaksaan telah “membenturkan” aparat kepolisian dengan masyarakat saat mediasi berlangsung. Sebelumnya, ia juga menyebut akan ada aksi namun di lapangan pernyataan masyarakat lebih mengarah pada penolakan eksekusi.
Seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya mengaku bahwa massa yang menolak eksekusi sebagian besar bukan warga asli desa. “Kalau warga sini ya kerja, tidak mungkin ikut begitu,” ujarnya.
Pernyataan Pihak Pemenang
Pihak pemenang perkara, berinisial A, menyatakan seluruh prosedur hukum sudah dipenuhi sejak putusan kasasi 2012. “Kami sudah berjuang sejak 2008, menang kasasi 2012, digugat lagi, dan kini kembali inkrah. Jadi jelas ini hak saya,” ungkapnya.
A juga menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan tempat tinggal sementara bagi pihak tereksekusi. “Tempat perpindahan sementara sudah kami sediakan. Jadi tidak benar kalau mereka dibiarkan begitu saja,” ujarnya.
Lebih lanjut, A menepis anggapan bahwa pihak tereksekusi adalah korban lemah. “Katanya orang tidak mampu, tapi bisa menyewa pengacara, beli mobil, dan bangun rumah. Saya justru merasa seperti korban, sampai dicap mafia tanah,” keluhnya.
Meski kecewa, A menegaskan hanya ingin haknya ditegakkan. “Kalau terus begini, keadilan seakan hanya untuk mereka yang punya uang dan dukungan politik. Saya hanya rakyat biasa, ingin menegakkan hak saya,” ujarnya dengan nada sedih