Probolinggo, 4 Juni 2025 — Komisi IV DPRD Kabupaten Probolinggo kembali menegaskan perannya sebagai representasi kepentingan rakyat dalam isu-isu ketenagakerjaan. Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang Komisi IV, Dewan menerima langsung aspirasi dari perwakilan buruh PT Klaseman—sebuah perusahaan pengolahan kayu untuk ekspor ke Jepang—yang mengeluhkan berbagai bentuk ketidakadilan dalam pemenuhan hak-hak normatif tenaga kerja.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Dewi Azizah, yang menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan kepentingan pekerja. Aspirasi yang disampaikan mencakup persoalan upah di bawah standar, struktur serikat pekerja yang dianggap tidak independen, hingga kurangnya perhatian perusahaan terhadap jaminan sosial dan kesehatan pekerja.
Sebagai tindak lanjut, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Probolinggo telah melakukan kunjungan pengawasan ke PT Klaseman pada 30 April 2025 dan mengadakan pembinaan lanjutan pada 9 Mei 2025. Hasil dari proses tersebut tertuang dalam notulen resmi yang memuat enam poin kesepakatan, di antaranya:
1. Perubahan struktur organisasi PUK SPSI, agar lebih independen dari intervensi pemilik perusahaan.
2. Penyusunan ulang Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ditargetkan selesai pada Desember 2025.
3. Peningkatan transparansi laporan ketenagakerjaan, termasuk WLKP dan sistem pengupahan.
4. Penghapusan sistem upah harian di bawah Rp100.000,-, yang dinilai tidak sesuai standar minimum lokal.
5. Komitmen perusahaan dalam menjamin kesejahteraan pekerja, termasuk jaminan kesehatan, sosial, serta fasilitas kerja yang layak.
6. Kewajiban pelaporan rutin ke Dinas Tenaga Kerja, guna memantau tindak lanjut dari pembinaan.
Dewi Azizah dalam keterangannya menyampaikan bahwa DPRD akan terus mengawal implementasi hasil pembinaan tersebut. “Kami tidak bisa tinggal diam melihat pekerja diperlakukan tidak adil. Suara mereka harus didengar dan ditindaklanjuti secara konkret,” tegasnya.
Dinas Tenaga Kerja juga mengimbau pihak perusahaan agar menjalankan kewajibannya secara bertahap, menyesuaikan dengan kondisi industri, tanpa mengabaikan hak dasar pekerja.
Langkah responsif ini menunjukkan adanya sinergi antara pekerja, legislatif, dan eksekutif daerah dalam menciptakan iklim ketenagakerjaan yang adil dan berkeadaban. Aspirasi pekerja yang selama ini terpinggirkan kini mendapatkan ruang untuk diperjuangkan secara institusional.